banner 728x250

Parkir Liar Didepan RSUD Blambangan Banyuwangi : Ladang Rupiah Oknum Berseragam

  • Bagikan
banner 468x60

Banyuwangi – Parkir liar yang menjamur di depan RSUD Blambangan bukan sekadar persoalan ketertiban lalu lintas, tetapi telah menjelma menjadi potret buram pembiaran struktural yang melukai rasa keadilan publik. Kehadiran kendaraan yang terparkir sembarangan di bahu jalan tersebut jelas-jelas melanggar aturan perundang-undangan, khususnya Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang secara tegas melarang parkir di badan jalan yang dapat mengganggu kelancaran arus kendaraan. Ironisnya, pelanggaran ini berlangsung terang-terangan di depan fasilitas layanan publik, yang seharusnya menjadi teladan dalam penegakan hukum dan keteraturan ruang kota.

Fenomena ini tidak hanya mengganggu ketertiban lalu lintas di sekitar area rumah sakit, tetapi juga menciptakan kemacetan yang menghambat akses darurat bagi ambulans dan pasien. Aktivitas parkir yang semrawut telah mengurangi lebar jalan secara signifikan, mengakibatkan konflik horisontal antar pengguna jalan, serta membahayakan keselamatan pejalan kaki dan pengendara. Kondisi ini mencerminkan lemahnya pengawasan serta ketidakseriusan dinas terkait dalam menata dan menegakkan regulasi transportasi perkotaan secara adil dan konsisten.

Yang lebih menyedihkan adalah indikasi kuat bahwa praktik parkir liar ini telah berubah fungsi menjadi “mesin ATM” tak resmi bagi oknum-oknum dalam dinas terkait. Pemungutan uang parkir tanpa dasar hukum yang sah di ruang publik merupakan bentuk penyalahgunaan kewenangan yang merugikan negara sekaligus melecehkan asas transparansi dalam pelayanan publik. Alih-alih ditertibkan, parkir liar ini justru dijaga, difasilitasi, bahkan mungkin “dilegalkan” secara diam-diam demi kepentingan segelintir pihak. Situasi ini menandakan adanya simbiosis koruptif antara ketidaktertiban dan ketamakan birokrasi lokal.

Dalam perspektif akademik, kondisi ini adalah bentuk disfungsi institusional yang menggambarkan kegagalan tata kelola lalu lintas berbasis hukum dan keadilan. Ketika ruang publik dikomersialkan secara liar dan tidak akuntabel, maka negara hadir bukan sebagai pengatur, melainkan sebagai pelaku dalam praktik-praktik yang mengarah pada kleptokrasi jalanan. Hal ini menuntut intervensi segera dan serius dari lembaga pengawas independen serta penegakan hukum yang tidak pandang bulu.

Sudah saatnya pemerintah daerah, melalui dinas perhubungan dan aparat penegak hukum, membersihkan wajah kota dari praktik parkir liar yang beraroma pungli dan korupsi kecil-kecilan. Penertiban bukan hanya soal memindahkan kendaraan, melainkan memutus mata rantai kepentingan gelap yang bersembunyi di balik seragam. Kota yang sehat adalah kota yang tidak membiarkan ruang publik dikuasai oleh kepentingan pribadi—apalagi yang dilanggengkan oleh aparatur negara itu sendiri.

HS (Akademisi & Aktivis)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!