Banyuwangi – Ketidakhadiran Kepala Dinas Sosial Kabupaten Banyuwangi, yang terhormat dan dimuliakan Ibu Henik Setyorini, AP., M.Si sebagai narasumber dalam acara penting peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2025 merupakan preseden buruk yang tidak dapat diremehkan begitu saja. Tindakan absen tanpa konfirmasi kepada pihak panitia tidak hanya mencerminkan lemahnya etika birokrasi, tetapi juga menandakan defisit tanggung jawab publik seorang pejabat yang seharusnya menempatkan kepentingan masyarakat sebagai prioritas utama. Dalam perspektif tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), perilaku seperti ini adalah anomali yang seharusnya tidak mendapatkan toleransi sedikit pun.
Sebagai masyarakat sipil yang notabene adalah pemilik sah atas kota Banyuwangi, publik berhak menuntut akuntabilitas moral dan administratif dari setiap pejabat publik yang digaji dari pajak rakyat. Ketidakhadiran Kepala Dinas Sosial dalam forum strategis semacam HANI 2025, yang secara substansi sangat berkaitan dengan isu sosial terutama rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba menjadi pertanyaan serius akan integritas kepemimpinannya. Jika untuk sekadar hadir memberikan paparan saja tidak terpenuhi, bagaimana publik dapat menaruh kepercayaan pada kapasitas beliau dalam memastikan program-program krusial seperti bedah rumah, perlindungan anak dan perempuan, hingga distribusi bansos terlaksana secara profesional dan tepat sasaran?
Dalam kerangka etika pelayanan publik, jabatan adalah amanah yang wajib ditunaikan dengan dedikasi penuh, bukan sekadar atribut struktural yang menjadi legitimasi sosial. Ketika Kepala Dinas Sosial yang menjabat saat ini beliau yang terhormat Ibu Henik Setyorini, AP., M.Si menunjukkan gejala mengabaikan hal mendasar berupa kehadiran dalam acara resmi yang berkaitan langsung dengan tupoksi institusinya, maka sudah semestinya otoritas pemerintahan daerah mengevaluasi secara objektif. Peninjauan ulang atas kelayakan beliau menduduki jabatan strategis ini menjadi sebuah keniscayaan, bahkan jika diperlukan segera dilakukan rotasi atau mutasi demi menjaga kualitas pelayanan publik yang selama ini menjadi hak masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri, masyarakat Banyuwangi saat ini menaruh kecurigaan mendalam terhadap konsistensi pejabat publik dalam merealisasikan program-program sosial. Kasus mangkirnya Kepala Dinas Sosial pada HANI 2025 adalah simbol kecil dari potensi problematika yang lebih besar di ranah implementasi kebijakan sosial. Betapa ironisnya jika urusan hadir di podium saja gagal dipenuhi, sementara di lapangan masih banyak persoalan bansos yang belum tertangani optimal, anak yatim yang memerlukan uluran tangan negara, dan perempuan yang rentan kekerasan menanti keberpihakan nyata pemerintah daerah.
Oleh sebab itu, kami sebagai elemen masyarakat sipil Banyuwangi yang memiliki kedaulatan penuh sebagai pemilik kota ini, menuntut pemerintah daerah untuk segera melakukan audit menyeluruh terhadap kinerja Kepala Dinas Sosial. Jika ditemukan indikasi lemahnya komitmen kerja dan rendahnya sensitivitas sosial sebagaimana terpotret dalam insiden HANI 2025 ini, maka tidak ada alasan untuk menunda langkah tegas berupa mutasi jabatan. Semua ini demi memastikan bahwa hak-hak masyarakat miskin, anak yatim, perempuan, korban narkoba, serta penerima bansos lainnya terjamin secara bermartabat melalui tangan birokrasi yang profesional dan berempati tinggi.
Oleh:
Herman, M.Pd., M.Th., CBC.
(Akademisi & Aktivis)
Red/TimRedaksi