banner 728x250

Kesewenang-wenangan di Balik Rambu: Ketidakadilan Dishub Banyuwangi terhadap RS Swasta

  • Bagikan
banner 468x60

Banyuwangi – Kebijakan publik yang adil dan berkeadilan seharusnya menjadi prinsip utama dalam pengelolaan fasilitas umum, termasuk dalam penetapan rambu-rambu lalu lintas. Dalam konteks ini, pemasangan rambu “boleh parkir” oleh Dinas Perhubungan Banyuwangi di depan Rumah Sakit Yasmin menimbulkan pertanyaan serius mengenai konsistensi, transparansi, dan integritas kebijakan publik yang dijalankan oleh institusi pemerintah daerah tersebut. Ketika di satu sisi RSUD sebagai institusi layanan publik milik pemerintah dilengkapi dengan tanda larangan parkir yang tegas, sementara RS Yasmin sebagai rumah sakit swasta justru diberi keleluasaan dengan pemasangan rambu “boleh parkir”, maka hal ini menimbulkan kesan diskriminatif dan membuka ruang spekulasi mengenai motif di balik kebijakan tersebut.

Padahal, Rumah Sakit Yasmin telah menyediakan lahan parkir yang representatif, aman, dan sesuai dengan standar pelayanan publik sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan. Menurut UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta peraturan turunannya, setiap tempat usaha atau fasilitas publik tidak diperkenankan menggunakan badan jalan sebagai tempat parkir apabila telah tersedia lahan parkir khusus. Pemasangan rambu “boleh parkir” di area tersebut tidak hanya berpotensi melanggar regulasi yang berlaku, tetapi juga menimbulkan ketidaktertiban lalu lintas, mengganggu kelancaran akses keluar masuk rumah sakit, serta mengurangi fungsi utama bahu jalan sebagai ruang darurat.

Ketidakseriusan Dinas Perhubungan dalam menangani hal ini terkesan sebagai bentuk keberpihakan yang tidak adil kepada pihak tertentu. Bukannya mendukung tertib lalu lintas dan mendayagunakan ruang publik secara bijak, kebijakan tersebut justru mengarah pada kesewenang-wenangan yang merugikan pihak yang telah taat terhadap regulasi, dalam hal ini pihak RS Yasmin. Dinas Perhubungan seharusnya memberikan contoh bagaimana pemanfaatan ruang publik dijalankan secara adil dan berpihak pada kepentingan umum, bukan malah memperkuat kesan bahwa otoritas digunakan untuk mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu.

Kebijakan yang ambigu dan tidak transparan ini mencederai prinsip good governance dan merusak kepercayaan publik terhadap aparatur pemerintah daerah. Masyarakat berhak mendapatkan perlakuan yang setara di mata hukum, termasuk institusi swasta yang telah berkomitmen pada standar pelayanan dan tata kelola yang baik. Oleh karena itu, Dinas Perhubungan Banyuwangi patut diminta pertanggungjawabannya secara terbuka kepada publik atas dasar keputusan pemasangan rambu tersebut, dengan menyertakan data teknis, kajian lalu lintas, dan dasar regulasi yang digunakan sebagai pijakan.

Sebagai lembaga yang seharusnya menjadi pelaksana teknis kebijakan transportasi publik yang netral, Dishub Banyuwangi seharusnya memperlihatkan integritas dan profesionalisme dalam setiap pengambilan keputusan. Kritik ini hendaknya menjadi koreksi mendasar agar kebijakan yang dihasilkan tidak hanya legal secara formal, tetapi juga adil secara substansial dan etis. Tanpa koreksi dan transparansi, keputusan semacam ini hanya akan melanggengkan ketimpangan perlakuan antara institusi milik pemerintah dan swasta, serta menciptakan preseden buruk dalam tata kelola ruang publik di Banyuwangi.

RED. Herman, M.Pd, M.Th, CBC
(Aktivis & Akademisi)

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!