banner 728x250

Merajut Solidaritas dalam Duka: Seruan Doa Bersama untuk Tragedi KMP TUNU di Selat Bali

  • Bagikan
banner 468x60

Banyuwangi – Tragedi tenggelamnya kapal KMP TUNU di Selat Bali baru-baru ini merupakan musibah kemanusiaan yang patut mendapatkan perhatian serius dari seluruh elemen masyarakat bahkna seluruh umat beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
Peristiwa nahas tersebut tidak hanya menimbulkan kerugian material, tetapi juga telah merenggut jiwa saudara-saudara kita yang tengah menjalani aktivitas sehari-hari demi memenuhi kebutuhan hidup. Dalam perspektif sosiologis, kejadian ini menunjukkan betapa rentannya keselamatan transportasi laut yang menjadi urat nadi konektivitas antarpulau di Indonesia. Oleh sebab itu, rasa prihatin yang mendalam serta simpati kolektif perlu terus diupayakan agar tercipta solidaritas sosial yang kokoh dalam menghadapi musibah bersama.

Dalam konteks religius, musibah ini seharusnya menjadi momentum untuk mempertebal keimanan dan ketakwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kehidupan manusia sarat dengan ketidakpastian, sedangkan kematian adalah keniscayaan yang datang kapan saja tanpa dapat ditunda barang sekejap. Oleh karena itu, menyeru masyarakat untuk berdoa bersama dari rumah masing-masing menjadi sebuah langkah moral dan spiritual yang sangat relevan. Doa kolektif oleh Ulama, Pendeta, Pemangku dan Biksu meski dilakukan secara terpisah secara fisik, akan memancarkan energi solidaritas rohani yang tidak hanya bermanfaat bagi korban dan keluarga yang ditinggalkan, tetapi juga bagi kita semua dalam memupuk kesadaran akan pentingnya saling mendoakan dan menguatkan.

Lebih jauh, dari tinjauan psikologis, doa bersama memiliki dampak signifikan dalam menumbuhkan rasa empati dan kepedulian terhadap penderitaan orang lain. Saat kita meluangkan waktu sejenak untuk menundukkan kepala dan memohon kekuatan bagi keluarga korban, kita sebenarnya sedang meretas sekat-sekat individualisme yang kian menebal dalam kehidupan modern. Sikap peduli dan empati ini bukan saja menjadi pondasi kehidupan bermasyarakat yang sehat, tetapi juga memperkaya batin kita sebagai insan yang beradab dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan universal.

Tidak kalah penting, seruan untuk berdoa di rumah masing-masing juga merupakan bentuk ikhtiar menjaga kehormatan dan pengharapan terhadap korban yang telah mendahului kita. Dalam tradisi keagamaan, memanjatkan doa untuk orang-orang yang wafat adalah wujud nyata penghormatan terakhir, seraya berharap agar arwah mereka diterima di sisi Allah SWT dengan penuh kasih sayang. Sementara itu, bagi keluarga yang ditinggalkan, doa dan simpati masyarakat luas dapat menjadi sumber penguatan mental dan spiritual yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi masa-masa duka yang sulit.

Akhirnya, musibah tenggelamnya kapal KMP TUNU ini menjadi pengingat kolektif akan pentingnya meningkatkan keselamatan pelayaran, memperbaiki kebijakan transportasi laut, dan menegakkan standar operasional yang lebih ketat agar tragedi serupa tidak terulang di masa mendatang. Sambil menanti langkah-langkah strategis dari pemangku kebijakan, marilah kita terus memelihara kepedulian dengan mendoakan mereka yang menjadi korban, menguatkan hati keluarga yang ditinggalkan, serta memohon perlindungan agar bangsa ini dijauhkan dari segala macam bencana. Dengan demikian, keprihatinan kita tidak berhenti pada tataran wacana, melainkan menjadi penggerak konkret bagi solidaritas sosial dan refleksi spiritual yang lebih dalam.

Oleh:
Herman, M.Pd., M.Th., CBC.
(Akademisi & Aktivis)

Red/TimRedaksi

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!