banner 728x250

Seleksi Izin Pesantren Harus Diperketat, Cegah Kasus Perundungan dan Ancaman Pemulangan Santri

  • Bagikan
banner 468x60

Banyuwangi – Ketua LSM Perintis, Halili Abdul Ghani.SAg. SH., mengkritik keras Kementerian Agama (Kemenag) terkait lemahnya pengawasan dalam pemberian izin operasional bagi pondok pesantren, terutama yang berafiliasi dengan jaringan pusat atau lembaga induk. Ia menilai, sejumlah kasus yang belakangan viral di media sosial—mulai dari dugaan perundungan, sanksi administratif sepihak, hingga ancaman pemulangan santri akibat keterlambatan pembayaran—adalah bukti konkret bahwa proses seleksi dan pengawasan Kemenag masih jauh dari kata ideal.

“Ini bukan sekadar soal administrasi. Ketika santri bisa diancam dipulangkan hanya karena telat membayar, atau karena menyampaikan keluhan, itu menunjukkan bahwa orientasi pesantren bukan lagi pendidikan, tapi sudah menyerempet ke arah komersialisasi yang berbahaya,” tegas Halili, Sabtu (20/4).

Menurutnya, pesantren yang terafiliasi dengan jaringan pusat seharusnya tidak mendapat perlakuan istimewa dalam proses perizinan hanya karena nama besarnya. Justru, kata dia, perlu ada audit lebih mendalam terhadap sistem pendidikan, pola hubungan antara pengurus dan santri, serta mekanisme penyelesaian konflik internal.

“Kemenag harus berani meninjau ulang seluruh izin pesantren yang berada di bawah jaringan pusat yang bermasalah. Banyak dari mereka menutup ruang dialog, dan ketika santri atau orang tua bersuara, malah dibalas dengan intimidasi dan ancaman dipulangkan,” ujar Halili.

Ia juga menyebut bahwa kasus yang saat ini viral harus menjadi titik balik bagi Kemenag untuk melakukan reformasi menyeluruh dalam manajemen pesantren. LSM Perintis, kata Halili, menerima sejumlah pengaduan dari wali santri yang mengaku anaknya diancam dipulangkan karena keterlambatan pelunasan iuran bulanan, tanpa mempertimbangkan alasan dan kondisi keluarga.

“Ini tidak manusiawi. Di satu sisi mereka mengaku menjalankan nilai-nilai Islam, tapi di sisi lain justru menciptakan iklim ketakutan. Pemerintah tidak bisa terus diam,” tambahnya.

LSM Perintis mendorong dibentuknya lembaga pengawasan independen yang bisa menerima laporan dari santri atau wali murid, dan memberikan perlindungan tanpa harus takut balasan dari pihak pengelola pesantren.

“Pesantren seharusnya jadi tempat tumbuhnya akhlak, bukan tempat di mana anak-anak merasa ditekan. Kemenag wajib bertindak sebelum kepercayaan masyarakat makin luntur,” pungkas Halili.

banner 120x600
  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!